Jumat, 30 Agustus 2013


STRATEGI PEMBELAJARAN IPA


Mengapa dalam pembelajaran perlu strategi? Tentu saja pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengembalikan kepada hakikat pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran atau barang kali menggunakan istilah “belajar dan mengajar” sebenarnya merupakan sebuah usaha secara sadar dan terencana dengan tujuan terjadinya perubahan perilaku pada peserta didik. Sebagai seorang guru/pendidik tentu harus berupaya agar usaha yang dilakukan dapat berhasil dengan baik sehingga usahanya efektif.
Agar dapat memainkan perannya secara efektif, seorang guru menurut Arends (2004: 20) harus mempunyai empat atribut sebagai berikut:
  1. Guru yang efektif mempunyai dasar pengetahuan mengenai belajar dan mengajar dan menggunakan pengetahuan ini sebagai petunjuk dalam praktik mengajar mereka.
  2. Guru yang efektif menguasai sekumpulan cara praktik mengajar (model, strategi, prosedur) dan dapat menggunakannya untuk membelajarkan siswa dalam kelas dan untuk bekerjasama dengan orang lain di lingkungan sekolah
  3. Guru yang efektif mempunyai pengaturan dan keterampilan untuk melakukan pendekatan pada semua aspek pekerjaannya dengan cara yang reflektif, kesejawatan dan dalam rangka pemecahan masalah.
  4. Guru yang efektif memandang belajar mengajar sebagai proses belajar sepanjang hayat dan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan bekerja untuk meningkatkan kemampuan pengajarannya sendiri dan meningkatkan mutu sekolah.
Melihat pada atribut ke-1 dan ke-2 seperti uraian di atas, maka pemahaman terhadap strategi pembelajaran biologi mutlak diperlukan. Di sini sering kali menimbulkan kebingungan untuk membedakan dan menerapkan istilah-istilah seperti pendekatan, strategi, metode, teknik, serta model pembelajaran. Baiklah berikut pengertian masing-masng istilah tersebut. Uraian yang lebih luas terdapat pada model pembelajaran karena dengan model pembelajaran sudah dapat memberikan gambaran pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber, terisnpirasi, dikuatkan dan diwadahi oleh pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Sebuah pendekatan pembelajaran menurut Rustaman dkk (2003: 107-117) dapat diimplementasikan dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran. Demikian pula sebaliknya sebuah metode pembelajaran tertentu dapat digunakan untuk mengimplementasikan beberapa pendekatan yang berbeda. Macam-macam pendekatan yang sering dikenal dalam pembelajaran antara lain: pendekatan tujuan pembelajaran, pendekatan konsep, pendekatan lingkungan, pendekatan inkuiri, pendekatan keterampilan proses, pendekatan interaktif, pendekatan penemuan, pendekatan pemecahan masalah, dan pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas).
2. Strategi Pembelajaran
Setelah pendekatan pembelajaran ditetapkan, selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran terdapat empat unsur dalam strategi, yaitu:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Dengan demikian strategi dalam pembelajaran diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular education goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Sanjaya (2007) dalam konteks pembelajaran, strategi berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.
1. Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
2. Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
3. Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
4. Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
5. Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Berdasar pengertian-pengertian di atas, sesungguhnya dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Strategi pebelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
3. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Rustaman dkk (2003) ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, antara lain: 1) metode ceramah, 2) metode tanya jawab, 3) metode diskusi, 4) metode demonstrasi, 5) metode ekspositori atau pameran, 6) metode karya wisata/widya wisata, 7) metode penugasan, 8) metode eksperimen, 9) metode bermain peran, dan sebagainya.
Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan. Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan, seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan lain-lain.
4. Teknik dan Gaya Pembelajaran
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
5. Model Pembelajaran
Pendekatan, strategi, metode, dan teknik dalam pembelajaran dapat diwadahi atau tercermin dalam sebuah model pembelajaran. Merujuk pada Joyce, weil, dan Shower dalam Depdiknas (2004:1), istilah model pembelaja digunakan untuk dua alasan penting, yaitu:
  1. Istilah model mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode, atau prosedur. Istilah model pengajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas dan menyeluruh.
  2. Model pengajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting. Model pengajaran diklasifikasikan berdasaran tujuan pembelajarannya, sintaksnya (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran lain.
Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Hal ini dinyatakan dalam Depdiknas (2004:1). Ciri-ciri tersebut adalah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Pada setiap model pembelajaran dikenal adanya sintaks atau pola urutan yang menggambarkan keseluruhan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Masih dalam Depdiknas (2004:2) dikemukakan bahwa, ”Sintaks pembelajarn menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan guru atau siswa, urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa”.
Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan sistem sosial kelas. Arends dan para pakar pembelajaran yang lain berpendapat bahwa tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari pada model pembelajaran yang lain. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sangat beranekaragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. Menguasai berbagai model pembelajaran merupakan bekal utama bagi seorang guru untuk mencapai tujuan pembelaran tertentu sesuai dengan lingkungan belajar atau kelompok siswa tertentu.
Berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain: 1) Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction), 2) Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), 3) Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning).
a. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Landasan teoretik DI adalah teori belajar sosial khususnya tentang pemodelan (modelling). Albert Bandura yang merupakan pengembang teori belajar sosial menyatakan bahwa belajar yang dialami oleh manusia sebagian besar diperoleh dari suatu pemodelan yiatu meniru perilaku dan pengalaman orang lain.
Model DI dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menghafal rumus dalam bidang sains merupakan contoh pengetahuan deklaratif sederhana (informasi faktual). Sedangkan bagaimana cara mengoperasikan alat-alat tertentu dalam sains merupakan contoh pengetahuan prosedural.
Model DI mempunyai lima fase yang sangat penting yaitu: 1) menyampaikan tujuan, 2) mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, 3) membimbing pelatihan, 4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan 5) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Rincian perilaku guru pada setiap fase dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Langsung
Fase-fase
Perilaku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
Guru menyampaikan tujuan, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
Guru mendemostrasikan keterampilan yang benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberikan umpan balik.
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari
b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Landasan teoretik Model Pembelajaran Kooperatif (CL) adalah teori belajar kognitif–konstruktivis. Salah satu teorinya misalnya yang dikemukan oleh Vigotsky yang menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Menurut Vigotsky fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu terebut. Implikasi dari teori Vigotsky ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif.
Landasan teoretik lain menurut Arends (2004: 357-358) dalam pengebangan CL adalah konsep tentang kelas demokratis seperti yang disampaikan oleh John Dewey. Kelas demokratis ini membutuhkan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang dicirikan oleh prosedur yang demokratis dan proses yang ilmiah. Tanggung jawab utama adalah untuk menemukan masalah-masalah sosial dan interpersonal.
Selain untuk mengembangkan hasil belajar akademik, CL juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran ini diyakini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Tujuan lain yang penting dengan penerapan CL ini adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting untuk dimiliki dalam berkehidupan di masyarakat yang banyak tersusun dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain.
Keterampilan kooperatif yang dimaksud antara lain menurut Lungdren (1994) meliputi: 1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, 2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, dan 3) keterampilan kooperatif tingkat mahir.
Keterampilan kooperatif tingkat awal terdiri atas: 1) menggunakan kesempatan, 2) menghargai kontribusi, 3) mengambil giliran dan berbagi tugas, 4) berada dalam kelompok, 5) berada dalam tugas, 6) mendorong partisipasi,7) mengundang orang lain untuk berbicara, 8) menyelesaiakn tugas pada waktunya, dan 9) menghormati perbedaan individu.
Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi: 1) menunjukkan penghargaan dan simpati, 2) menggunakan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, 3) mendengarkan dengan aktif, 4) bertanya, 5)membuat ringkasan, 6) menafsirkan, 7) mengatur dan mengorganisir, 8) menerima tanggung jawab, dan 9) mengurangi ketegangan.
Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi: 1) mengelaborasi, 2) memeriksa dengan cermat, 3) menanyakan kebenaran, 4) menetapkan tujuan, dan 5) berkompromi.
Pada CL terdapat enam langkah yaitu: 1) menyampaikan tujuan, 2) menyajikan informasi, 3) mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, 4) membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5) evaluasi, dan 6) memberikan penghargaan. Secara rinci sintaks pembelajaran CL adalah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswaransisi
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa degan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat merek mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Ealuasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe antara lain: Student Teams Achievement Division (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw, Think Pair Share (TPS), Numbered Head Together (NHT), Cooperative Script, dan sebagaiya. Berikut akan diberikan penejelasan secara singkat beberapa contoh tipe model pembelajaran kooperatif.
b.1 Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
  1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing–masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang, rendah).
  2. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota tim/ kelompok.
  3. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
  4. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu.
b. 2. Teams Games Tournament (TGT)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas. Adapun sintaks TGT adalah sebagai berikut.
  1. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan.
  2. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.
  3. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, dan medium.
  4. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dan seterusnya.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
  5. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.
b.3. Think Pair Share (TPS)
TPS merupakan pembelajaran kooperati yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur kelas siswa menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dicirikan penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Prosedur TPS memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Adapun langkah-langkah pembelajaran TPS adalah sebagai berikut.
1. Tahap Think (berpikir), guru mengajukan pertanyaan atau isu uang berhubungan dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
2. Tahap Pairing (berpasangan), guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
3. Tahap Sharing (berbagi), guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
b.4. Numbered Head Together (NHT)
Tahap-tahap pembelajaran pada NHT adalah sebagai berikut.
1. Tahap 1 (Penomoran). Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang, dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 – 5.
2. Tahap 2 (Mengajukan pertanyaan). Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dapat bersifat spesifik, maupun dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan.
3. Tahap 3 (Berpikir Bersama). Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya telah mengetahui jawaban tersebut.
4. Tahap 4 (Menjawab). Guru suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar