MATERI PESANTREN KILAT SMPN 1 MESUJI
TP.2014-2015
MESUJI, 18 JULI 2014
TATA CARA MENGURUS JENAZAH
Bismillahirohmanirahim
وَلَن يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا ۚ
وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Munafiqun [63] : 11)
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖ
ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".(QS. Al-Jumuah [62] : 8)
Kematian
merupakan sunatullah yang berlaku pada setiap makhluk yang bernyawa. sudah
menjadi ketentuan bahwa setiap yang hidup pasti akan merasakan mati. Allah
melakukan segala sesuatu menurut kehendakNya dan Allah Yang Maha Kuasa tidak
mungkin merubah ketetapanNya.
Kematian
adalah suatu kejadian di dunia yang paling dahsyat yang pernah terjadi pada
diri manusia sesuatu yang menampakan kemahakuasaan Allah yang mutlak serta
menegaskan betapa kerdil dan lemahnya manusia dihadapanNya. kedatangannya tak
dapat diduga-duga, tak dapat ditunda juga dihindari apabila sudah menghampiri.
Ketika
nyawa sudah terpisah dengan jasadnya, maka segala hubungan manusia dengan
dunianya terputus. tubuhnya dingin kaku, sudah tak kuasa mengurus diri
sendiri. saat itulah kita sebagai umat muslim yang masih hidup punya
kewajiban untuk mengurus segala kebutuhan si mayit. mulai dari memandikan,
mengkafani, mensholatkan, hingga menguburkannya. dalam islam hukum mengurus jenazah
seorang muslim adalah Fardhu kifayah yang berarti wajib dilakukan, namun
apabila sudah ada muslim lain yang melakukannya maka kewajiban ini gugur.
kali
ini Insha Allah kita akan membahas tentang tata cara mengurus jenazah menurut
syariat islam. mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati, sampai dengan
menguburkannya. tapi sebelum itu ada yang harus diperhatikan bagi pengurus
jenazah. Pengurus jenazah hendaknya adalah orang yang lebih mengetahui
sunnahnya dengan tingkatan sebagai berikut;
- Jenazah laki-laki diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Bapaknya, lalu anak laki-lakinya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
- Jenazah wanita diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Ibunya, kemudian anak wanitanya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
- Suami diperbolehkan mengurusi jenazah istrinya, begitu pula sebaliknya.
- Adapun jenazah anak yang belum baligh dapat diurusi oleh kaum laki-laki atau perempuan karena tidak ada batasan aurat bagi mereka.
- Apabila seorang lelaki wafat di antara kaum wanita (tanpa ada seorang lelaki muslim pun bersama mereka dan tanpa ada istrinya atau ibunya) demikian pula sebaliknya maka cukup ditayamumkan saja.
- Seorang muslim tidak diperbolehkan mengurusi jenazah orang kafir (QS. At-Taubah ; 84).
Perlu
kita ketahui bahwa mengurus jenazah adalah suatu amalan mulia, sebagaimana yang
terkandung dalam hadist berikut;
Rasulullah
Shallallaahu Alaihi Wa Sallam bersabda : "Barangsiapa memandikan
(jenazah) seorang muslim seraya menyembunyikan (aib)nya dengan baik, maka Allah
akan memberikan ampunan empat puluh kali kepadanya. Barangsiapa membuat lubang
untuknya lalu menutupinya, maka akan diberlakukan pahala seperti orang yang
memberikan tempat tinggal kepadanya sampai hari kiamat kelak. Barangsiapa mengkafaninya,
nicaya Allah akan memakaikannya sundus (pakaian dari kain sutera tipis) dan
istabraq (pakaian sutera tebal) surga di hari kiamat kelak." (HR.
Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Al-Hakim berkata; Shahih dengan syarat Muslim. Dan
disepakati oleh Adz-Dzahabi)
A.
MEMANDIKAN JENAZAH
Jenazah
seorang muslim wajib dimandikan oleh muslim yang lain sebelum ia dikuburkan.
kecuali jenazah para Syuhada yang mati syahid di jalan Allah (berperang)
tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat
di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
"Bahwa
para Syuhada Uhud tak dimandikan, & mereka dikubur dengan darah mereka
(lumuran darah yang pada jenazah mereka), serta tak dishalatkan." (HR. Abu Daud 2728)
hal
ini dilakukan karena darah para Syuhada itu kelak akan berwangikan
kasturi di hari kiamat. selain jenazah para Syuhada, Janin yang gugur sebelum
mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, hanyalah sekerat daging yang boleh
dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
a.
Syarat orang yang memandikan jenazah
1. Baligh (sudah mencapai kedewasaan)
- sudah mencapai usia 19 tahun dan atau sudah mengalami mimpi basah bagi
laki-laki
- sudah mencapai usia 9 tahun dan atau sudah mengalami menstruasi
bagi perempuan
2. Berakal (tidak gila)
3. Beriman (muslim)
4. sesama jenis kelamin antara yang memandikan dan yang dimandikan. kecuali;
- anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
- suami/istri. masing-masing boleh memandikan yang
lain.
- Mahram. (apabila tidak ada orang yang sejenis
kelamin dengan si mayit)
b.
Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah
- Kapas
- Sarung tangan & masker penutup hidung (untuk orang yang
memandikan)
- Gunting (untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Spon pengosok
- Kapur barus
- Alat pengerus untuk mengerus dan menghaluskan kapur barus
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Air
- Minyak wangi
Dianjurkan
menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit
miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya
mudah mengalir darinya.
c.Tata
Cara memandikan jenazah
1. Menghilangkan kotoran pada jenazah
memulailah dengan melunakkan persendian
jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi.
Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya,
karena itu merupakan aurat besar. Kemudian angkatlah kepala jenazah
hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu urut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya.
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
2. Mewudhukan
jenazah
Selanjutnya orang yang memandikan berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu jenazah diwudhu-i sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
Selanjutnya orang yang memandikan berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu jenazah diwudhu-i sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
3.
Membasuh tubuh jenazah
Selanjutnya
orang yang memandikan membalik sisi tubuh jenazah hingga miring ke sebelah
kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan
cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu
membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung
yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar
kotoran darinya, hendaklah dibersihkan. Banyaknya memandikan: Apabila sudah
bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu kali dan mustahab
(disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang
dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang
terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah
ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak
hilang.
Dianjurkan agar air
yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
orang yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran
yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk
menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit
dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau
sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan
gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
- Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
- Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
B. MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani
jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki
harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.
a.
Ukuran kain kafan.
Ukuran
lebar kain kafan yang digunakan dengan lebar tubuh si mayit adalah sekitar
1:3, jadi jika lebar tubuh si mayit 30 cm maka kain kafan yang disediakan
adalah sekitar 90 cm. sementara ukuran panjang kain kafan disesuaikan dengan
tinggi tubuh si mayit, contoh jika tinggi tubuhnya 180 cm maka panjang
kain kafannya ditambahkan 60 cm atau jika tinggi tubuhnya 90 cm maka panjang
kain kafan ditambah 30 cm. tambahan panjang kain kafan dimaksudkan agar mudah
mengikat atas kepalanya dan bagian bawahnya.
b.
Tata cara mengkafani jenazah
- Jenazah laki-laki -
Jenazah
laki-laki dibalut dengan 3 lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits.
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah
yang putih bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau dibalut
dengan 3 kain tersebut.
langkah-langkah
:
siapkan
tali pengikat kain kafan sebanyak 7 buah (usahakan berjumlah ganjil) panjang
tali disesuaikan dengan lebar tubuh mayit. tali dipintal kemudian di letakan
dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah. kemudian 3 helai kain kafan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya diletakan sama rata diatas tali pengikat yang
sudah lebih dulu diletakan diatas usungan jenazah, dengan menyisakan lebih
panjang di bagian kepala. siapkan pula kain penutup aurat yang dipotong hampir
menyerupai popok bayi, kain penutup aurat itu diletakan diatas ketiga helai
kain kafan tepatnya dibawah tempat duduk mayit, letakan pula potongan kapas
diatasnya. lalu bubuhi kain kafan dan kain penutup aurat dengan wewangian dan
kapur barus yang langsung melekat pada tubuh si mayit.
Pindahkan
mayit yang telah selesai dimandikan dan dihanduki keatas lembaran kain kafan
yang telah siap, kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan wewangian atau sejenisnya.
Bubuhi anggota-anggota sujud [tahnith]. Sediakan kapas yang diberi wewangian
dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak dan yang lainnya. Letakkan
kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup aurat
sebagaimana memopok bayi dimulai dari sebelah kanan dan ikatlah dengan
baik.
saat membalut kain kafan mulailah
dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah kanan, balutlah dari kepala
sampai kaki. Demikian lakukan dengan lembaran kain kafan yang kedua dan yang
ketiga. Ikat bagian atas kepala mayit dengan tali pengikat dan sisa kain bagian
atas yang lebih dilipat ke wajahnnya lalu diikat dengan sisa tali itu
sendiri, kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan sisa kain kafan bagian
bawah yang lebih dilipat ke kakinya lalu diikat sama seperti pada bagian atas.
setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak yang sama rata. perlu
diperhatikan mengikat tali tersebut jangan terlalu kencang dan usahakan
ikatannya terletak disisi sebelah kiri tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah
dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.
- Jenazah perempuan-
Jenazan
wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain,
sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar
tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan
panjangnya 150 ditambah 50 cm. Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm,
disediakan sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata
di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata
diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala. untuk
mempersiapkan kain kurung pertama ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya,
lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya
sesuai dengan ukuran tersebut. Lalu buatlah potongan kerah tepat
ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya. Setelah dilipat dua,
biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih
dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, letakkan baju kurung
ini di atas kedua helai kain kafannya). lebar baju kurung tersebut 90 cm.
sementara untuk kain sarung ukurannya adalah sekitar 90 cm [lebar] dan 150 cm
[panjang]. kain sarung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju
kurungnya. dan untuk ukuran kerudungnya adalah sekitar 90 cm x 90 cm, kerudung
tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurung. untuk tata cara
memakaikan kain penutup aurat, kain kafan dan tali pengikat hampir sama caranya
seperti pada jenazah laki-laki.
Faedah
-
Cara mengkafani anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah
membalutnya dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau
membalutnya dengan tiga helai kain.
-Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.
-Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.
C.
SHOLAT JENAZAH
Shalat Jenazah
hukumnya Fardhu kifayah, shalat ini berbeda dengan shalat pada umumnya, karena
tidak memakai ruku’, sujud, i’tidal dan tahiyyat, sholat ini hanya dilakukan
dalam keadaan berdiri dengan 4 kali takbir dan 2 salam.
tata cara pelaksanaannya;
1. Niat
Secara bahasa, “niat” artinya ‘al-qashdu‘ (keinginan atau tujuan), sedangkan makna secara istilah, yang dijelaskan oleh ulama Malikiah, adalah ‘keinginan seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu’. setiap kita akan melakukan shalat atau amalan lainnya hendaklah disertai dengan niat terlebih dahulu, begitupun saat hendak melakukan shalat jenazah juga harus disertai niat yang semata-mata hanya mengharap keridhoan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkhotbah di atas mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya, amal itu hanya dinilai berdasarkan niatnya, dan sesungguhnya pahala yang diperoleh seseorang sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang niat hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya dengan niat mendapatkan dunia atau wanita yang ingin dinikahi maka dia hanya mendapatkan hal yang dia inginkan.’” (HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
bacaan niat shalat jenazah
* untuk mayit laki-laki
"Ushallii alaa hadzal mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
*untuk mayit perempuan
"Ushallii alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
tata cara pelaksanaannya;
1. Niat
Secara bahasa, “niat” artinya ‘al-qashdu‘ (keinginan atau tujuan), sedangkan makna secara istilah, yang dijelaskan oleh ulama Malikiah, adalah ‘keinginan seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu’. setiap kita akan melakukan shalat atau amalan lainnya hendaklah disertai dengan niat terlebih dahulu, begitupun saat hendak melakukan shalat jenazah juga harus disertai niat yang semata-mata hanya mengharap keridhoan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkhotbah di atas mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya, amal itu hanya dinilai berdasarkan niatnya, dan sesungguhnya pahala yang diperoleh seseorang sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang niat hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya dengan niat mendapatkan dunia atau wanita yang ingin dinikahi maka dia hanya mendapatkan hal yang dia inginkan.’” (HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
bacaan niat shalat jenazah
* untuk mayit laki-laki
"Ushallii alaa hadzal mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
*untuk mayit perempuan
"Ushallii alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
Artinya : aku niat
shalat atas mayit ini empat takbir fardhu kifayah sebagai makmum/imam karena
Allah ta'alaa.
2. Berdiri bila mampu
2. Berdiri bila mampu
Shalat jenazah sah
jika dilakukan dengan berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada
uzur). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan tunggangan],
Shalat jenazah dianggap tidak sah.
jika jenazahnya adalah jenazah laki-laki maka imam berdiri tepat di bagian kepala
jika jenazahnya adalah jenazah laki-laki maka imam berdiri tepat di bagian kepala
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika menyolatkan jenazah.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Shallallaahu Alaihi Wa Sallam menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
4. Membaca surat Al-Fatihah
dibaca setelah takbir pertama :
Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang {1} segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam {2} Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang {3} Yang menguasai hari pembalasan {4} hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan {5} Tunjukilah kami jalan yang lurus{6} (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; (bukan) jalan mereka yang dimurkai dan (bukan) pula jalan mereka yang sesat{7}. (QS. Al - Fatihah : 1-7)
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
dibaca setelah takbir kedua :
" Allaahumma Shalli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa aali Sayyidinaa Muhammad, Kama Shallaita 'Alaa Sayyidinaa ibrahim wa'alaa aali Sayyidinaa ibrahim, Wa barik 'alaa Sayyidinaa Muhammad wa'alaa aali Sayyidinaa Muhammad, Kama Barakta 'alaa Sayyidinaa Ibrahim wa 'alaa aali Sayyidina Ibrahim, Innaka hamiidum majiid.."
6.Membaca Do'a untuk Jenazah
dibaca setelah takbir ketiga :
* untuk mayit laki-laki :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa'aafihi wa'fu 'anhu.."
* untuk mayit perempuan :
"Allahummaghfir laha warhamha, wa'aafiha wa'fu 'anha.."
Artinya : Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia.
7. Menyempurnakan Do'a bagi jenazah
dibaca setelah takbir keempat:
* untuk mayit laki-laki :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."
* untuk mayit laki-laki :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajraha wa laa taftinnaa ba’daha waghfirlana wa laha.."
Artinya : Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah Engkau beri
fitnah kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan kepadanya.
8. Salam.
Faedah
- ketika Shalat jenazah haruslah menghadap kiblat.
- Mayit diletakkan di depan orang yang akan menshalati dengan posisi terlentang.
- Ketika menshalati posisi imam berdiri searah kepala mayit apabila mayitnya laki-laki, sedang untuk mayit perempuan imam berdiri searah antara dada dan perut.
- Antara orang yang shalat dengan mayit tidak ada penghalang.
- Jarak antara orang yang shlat dengan mayit tidak terlalu jauh.
- Salah satu diantara keduanya tidak lebih tinggi atau lebih rendah posisinya.
- lebih utama apabila shaf makmum dibagi menjadi 3 shaf.
D.MENGUBURKAN JENAZAH
Setelah selesai dimandikan, dikafani
dan disholatkan, maka jenazah harus segera dikuburkan. disunnahkan
membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan. Disunnahkan pula untuk menyegerakan mengusungnya ke
pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di
depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada
tuntunannya dalam sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk
sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah
melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur,
agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak
merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang
lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum
muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan
dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U
memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk
meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus
di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
dilarang menguburkan jenazah pada 3
waktu terlarang yaitu, ketika matahari terbit hingga ia agak meninggi, saat
matahari tepat berada dipertengahan langit hingga ia telah condong ke barat,
dan saat matahari hampir terbenam hingga ia terbenam sempurna. sebagaimana
hadist dibawah ini :
Dari Uqbah
bin Amir Al-Juhani radhiallahu anhu berkata: “Ada tiga waktu, yang mana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kami untuk shalat atau
menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut: Saat matahari terbit hingga ia
agak meninggi, saat matahari tepat berada di pertengahan langit hingga ia telah
condong ke barat, dan saat matahari hampir terbenam hingga ia terbenam
sempurna.” (HR. Muslim no. 831)
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul
musta’an.
- Jenazah diangkat di
atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.
Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu
diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh
menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke
lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI
(Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia
berkata: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mayat memasukkan jenazah ke
dalam kubur, maka beliau mengucapkan, “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASUULILLAH
(Dengan nama Allah dan di atas agama Rasulullah).” (HR. Abu Daud no.
3213, At-Tirmizi no. 1046, Ibnu Majah no. 1539, dan dinyatakan shahih oleh
Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz hal. 152)
-Disunnahkan membaringkan jenazah
dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap
kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari
tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang
menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam
rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga
liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah
liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk
menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di
dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
-
Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak
dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk
makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil
sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal
yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada
makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun
kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas
kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan
keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut
dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di
dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya
orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan
doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
SEMOGA BERMANFAAT :)
http://verairie22.blogspot.com/2013/03/belajar-ilmu-fiqih-tata-cara-mengurus.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar